Butterfly
Namaku Lyra,aku mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Mira. Mira merupakan satu-satunya keluarga kandungku yang masih tersisa didunia ini,kedua orangtuaku meninggal ditempat pada saat kejadian kecelakaan beruntun dulu,meninggalkan aku yang pada saat itu berusia 14 tahun bersama Mira yang bahkan masih balita sebatang kara.
Aku masih mengingat dengan jelas bagaimana kejadian sebelum kami sadar bahwa kedua orang tua kami tidak akan pernah kembali lagi. Mira yang pada saat itu sedang tertidur pulas didekapanku,terbangun secara tiba-tiba lalu menangis menjerit memanggil mama papa berulang kali,aku yang pada saat itu masih setengah mengantuk,berusaha menenangkan Mira. Beruntung tangisan adikku bisa dihentikan dengan cepat,Mira yang masih sesenggugkan kembali tertidur lelap dengan mata sembab dan pipi gembilnya yang memerah uhh...gemasnya.
Aku baru menyadari bahwa suasana rumah terasa sangat sunyi,apa mamah dan papah belum pulang,batinku. Sebelum aku mendengar suara ketukan ribut pintu rumah kami,adikku yang masih tertidur langsung terbangun kembali mendengar suara ketukan keras dan langsung memeluku kencang,aku bisa merasakan badannya bergetar ketakutan. Dengan pelan aku mengelus kepala adikku pelan,lalu bangkit dari tempat tidur kami dengan Mira digendonganku,berjalan keluar dari kamar tidur kami dan menghampiri pintu rumah.
Kali ini aku bisa mendengar suara bu Nisa,tetangga baik yang rumahnya berada tepat disamping rumah kami. Memanggil namaku berkali-kali dengan suara sengau,aku ketakutan dan merasakan sesak ketika adikku mengeratkan pelukannnya kencang,mengusak wajahnya kepundakku.
Dengan perlahan aku memutar kenop pintu,dan benar saja ada bu Nisa berdiri tepat didepan kami dengan mata yang berurai air mata menatap kearah kami dengan pandangan sedih. Aku bingung,mengapa beliau menatap kami berdua dengan tatapan seperti itu,dadaku terasa sesak bukan karena pelukan Mira tapi aku merasakan sebuah firasat buruk akan terjadi.
Bu Nisa memeluk kami erat,aku bisa mendengar beliau membisikan sebuah kalimat tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas karena suaranya pelan sekali. Bu Nisa melepaskan pelukannya lalu mengajakku dan adikku keluar,beliau mengajak kami berdua masuk kedalam mobil pribadi miliknya yang terparkir didepan pagar kayu rumah kami.
Selama perjalanan tidak ada yang berbicara sama sekali,aku duduk terdiam menatap jalanan yang terlihat lenggang karena sudah dini hari dengan Mira yang tertidur lelap dipangkuanku. Sepuluh menit kemudia,kami tiba didepan Rumah Sakit yang terlihat sangat ramai,beberapa perawat dan suster berlarian mendorong ranjang berisi pasien. Aku menatap bingung kearah Bu Nisa menanti penjelasan dari beliau,tapi beliau lagi-lagi hanya membalasnya dengan senyuman.
Kami bertiga bergerak keluar dari dalam mobil Bu Nisa,dan berjalan dengan Bu Nisa memegang tangan kananku menuntunku masuk kedalam Rumah Sakit dan berhenti tepat didepan meja resepsionis. Beliau menyuruh kami berdua untuk menunggu di kursi tunggu,aku menurutinya. Aku menatap kesekeliling ruangan,banyak pasien-pasien yang sedang menunggu untuk dipanggil. Lamunanku terhenti ketika Bu Nisa memanggil namaku menuruhku untuk menghampirinya. Ketika tiba disamping Bu Nisa,aku bisa melihat mba resepsionis menatap kami dengan pandangan iba, Aneh..
Terlihat seorang perawat menghampiri Bu Nisa,mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu. Aku menatap penasaran kearah mereka berdua,mereka lagi ngomongin apa sih?. Perawat tersebut mengangguk lalu mengajak kami bertiga untuk mengikutanya,dan berhenti didepan pintu kamar jenazah gila.. Perawat tersebut membukakan pintu mempersilahkan kami untuk masuk kedalam,hawa kamar jenazah membuatku bergidik ngeri.
Kami bertiga berhenti ketika perawat itu menunjuk dua ranjang yang bersebelahan,terdapat dua jenazah yang terbaring kaku dengan selimut putih yang menutupi seluruh badan mereka. Perasaanku sangat tidak enak,siapa mereka berdua?. Pertanyaannya terjawab ketika perawat itu membuka kain yang menutupi wajah mereka berdua,aku bisa merasakan kedua mataku mulai memburam. Ayah..Ibu.. dirinya bisa melihat kedua orangtua mereka terbaring kaku dengan wajah penuh luka.
Dadaku sakit,kenapa? batinku. Akhirnya aku mengerti mengapa Mira menangis secara tiba-tiba,Bu Nisa yang datang kerumahnya tengah malam dengan mata yang berurai air mata,mbak resepsionis yang menatapnya iba. Mira digendonganku mulai menangis,membuat kepalaku pusing. Aku masih mengingat bagaimana senyum hangat diwajah ayah ibu mereka sebelum pergi yang kini datar. Aku berjalan pelan mendekati ranjang dimana orang tua mereka terbaring kaku,aku mulai terisak, dadaku terasa sakit sekali seperti ada yang menusuknya.
"Ayah,bangun yah. Ayah tadi janjikan mau beliin Mira boneka"
"Bu,ibu juga udah janji sama Lyra mau masakin Lyra nasi goreng kesukaan Lyra"
Aku berusaha menggoyangkan badan ibu yang terasa dingin sekali berharap ibunya akan bangun,tapi tidak mendapat balasan apapun dari ibunya. Isakanku bertambah kencang ketika ibunya tidak membalas sama sekali,lalu dengan perlahan pindah keranjang Ayahnya terbaring,mencoba melakukan hal yang sama,tapi sama saja aku tidak juga mendapatkan balasan yang ia harapkan dari ayahnya. Dirinya bisa merasakan Bu Nisa memeluk dirinya dari belakang,membisikan sebuah kalimat mencoba menenangkannya. Kepalanya terasa pusing sebelum semuanya menggelap,dan suara Bu Nisa yang berteriak panik memanggil namanya.
Aku baru menyadari bahwa suasana rumah terasa sangat sunyi,apa mamah dan papah belum pulang,batinku. Sebelum aku mendengar suara ketukan ribut pintu rumah kami,adikku yang masih tertidur langsung terbangun kembali mendengar suara ketukan keras dan langsung memeluku kencang,aku bisa merasakan badannya bergetar ketakutan. Dengan pelan aku mengelus kepala adikku pelan,lalu bangkit dari tempat tidur kami dengan Mira digendonganku,berjalan keluar dari kamar tidur kami dan menghampiri pintu rumah.
Kali ini aku bisa mendengar suara bu Nisa,tetangga baik yang rumahnya berada tepat disamping rumah kami. Memanggil namaku berkali-kali dengan suara sengau,aku ketakutan dan merasakan sesak ketika adikku mengeratkan pelukannnya kencang,mengusak wajahnya kepundakku.
Dengan perlahan aku memutar kenop pintu,dan benar saja ada bu Nisa berdiri tepat didepan kami dengan mata yang berurai air mata menatap kearah kami dengan pandangan sedih. Aku bingung,mengapa beliau menatap kami berdua dengan tatapan seperti itu,dadaku terasa sesak bukan karena pelukan Mira tapi aku merasakan sebuah firasat buruk akan terjadi.
Bu Nisa memeluk kami erat,aku bisa mendengar beliau membisikan sebuah kalimat tapi aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas karena suaranya pelan sekali. Bu Nisa melepaskan pelukannya lalu mengajakku dan adikku keluar,beliau mengajak kami berdua masuk kedalam mobil pribadi miliknya yang terparkir didepan pagar kayu rumah kami.
Selama perjalanan tidak ada yang berbicara sama sekali,aku duduk terdiam menatap jalanan yang terlihat lenggang karena sudah dini hari dengan Mira yang tertidur lelap dipangkuanku. Sepuluh menit kemudia,kami tiba didepan Rumah Sakit yang terlihat sangat ramai,beberapa perawat dan suster berlarian mendorong ranjang berisi pasien. Aku menatap bingung kearah Bu Nisa menanti penjelasan dari beliau,tapi beliau lagi-lagi hanya membalasnya dengan senyuman.
Kami bertiga bergerak keluar dari dalam mobil Bu Nisa,dan berjalan dengan Bu Nisa memegang tangan kananku menuntunku masuk kedalam Rumah Sakit dan berhenti tepat didepan meja resepsionis. Beliau menyuruh kami berdua untuk menunggu di kursi tunggu,aku menurutinya. Aku menatap kesekeliling ruangan,banyak pasien-pasien yang sedang menunggu untuk dipanggil. Lamunanku terhenti ketika Bu Nisa memanggil namaku menuruhku untuk menghampirinya. Ketika tiba disamping Bu Nisa,aku bisa melihat mba resepsionis menatap kami dengan pandangan iba, Aneh..
Terlihat seorang perawat menghampiri Bu Nisa,mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu. Aku menatap penasaran kearah mereka berdua,mereka lagi ngomongin apa sih?. Perawat tersebut mengangguk lalu mengajak kami bertiga untuk mengikutanya,dan berhenti didepan pintu kamar jenazah gila.. Perawat tersebut membukakan pintu mempersilahkan kami untuk masuk kedalam,hawa kamar jenazah membuatku bergidik ngeri.
Kami bertiga berhenti ketika perawat itu menunjuk dua ranjang yang bersebelahan,terdapat dua jenazah yang terbaring kaku dengan selimut putih yang menutupi seluruh badan mereka. Perasaanku sangat tidak enak,siapa mereka berdua?. Pertanyaannya terjawab ketika perawat itu membuka kain yang menutupi wajah mereka berdua,aku bisa merasakan kedua mataku mulai memburam. Ayah..Ibu.. dirinya bisa melihat kedua orangtua mereka terbaring kaku dengan wajah penuh luka.
Dadaku sakit,kenapa? batinku. Akhirnya aku mengerti mengapa Mira menangis secara tiba-tiba,Bu Nisa yang datang kerumahnya tengah malam dengan mata yang berurai air mata,mbak resepsionis yang menatapnya iba. Mira digendonganku mulai menangis,membuat kepalaku pusing. Aku masih mengingat bagaimana senyum hangat diwajah ayah ibu mereka sebelum pergi yang kini datar. Aku berjalan pelan mendekati ranjang dimana orang tua mereka terbaring kaku,aku mulai terisak, dadaku terasa sakit sekali seperti ada yang menusuknya.
"Ayah,bangun yah. Ayah tadi janjikan mau beliin Mira boneka"
"Bu,ibu juga udah janji sama Lyra mau masakin Lyra nasi goreng kesukaan Lyra"
Aku berusaha menggoyangkan badan ibu yang terasa dingin sekali berharap ibunya akan bangun,tapi tidak mendapat balasan apapun dari ibunya. Isakanku bertambah kencang ketika ibunya tidak membalas sama sekali,lalu dengan perlahan pindah keranjang Ayahnya terbaring,mencoba melakukan hal yang sama,tapi sama saja aku tidak juga mendapatkan balasan yang ia harapkan dari ayahnya. Dirinya bisa merasakan Bu Nisa memeluk dirinya dari belakang,membisikan sebuah kalimat mencoba menenangkannya. Kepalanya terasa pusing sebelum semuanya menggelap,dan suara Bu Nisa yang berteriak panik memanggil namanya.
___
17 tahun kemudian..
Lyra terisak pelan diatas kasur tempat tidurnya mengingat kejadian paling mengerikan dalam hidupnya puluhan tahun yang lalu,kehilangan orangtua dikala usianya masih sangat belia dan adiknya yang bahkan masih balita adalah hal yang sangat menyakitkan. Beruntung Bu Nisa berbaik hati mau mengurus dan menyekolahkan hingga Lyra tamat sekolah dan adiknya yang saat ini sedang menjalani pendidikan SMA.
Kehidupannya mulai memburuk setelah kedua orang tuanya pergi meninggalkan mereka selamanya,Lyra mulai dibully dan dijauhi oleh teman sekelanya. Sempat terlintas dipikirannya untuk mengakhiri hidupnya,tapi gagal karena Lyra takut,berakhir dirinya menangis hingga tertidur karena lelah.
Beruntung Lyra bisa melewati semuanya dengan mudah berkat support dari adiknya dan Ibu Nisa yang kini telah menjadi ibu angkatnya. Sudah tidak ada lagi Lyra yang cengeng,pendiam dan muram. Semuanya berganti dengan Lyra yang ceria dan bersikap dewasa,dirinya sudah mengikhlaskan kepergian kedua orangtua mereka.
'Iya benar,maaf ini dengan siapa ya?'
'maaf mengganggu,saya Ibu Rosiana guru BK dari SMA 02 Mahardeka. Saya ingin menyampaikan bahwa adik nyonya tertangkap basah merokok didalam toilet wanita sekolah,dimohon agar nyonya Lyra mau datang kesekolah sebagai wali dari Mira Restika'
'Maaf,ibu tidak bercandakan? Adik saya mana mungkin merokok,menghirup asapnya saja batuk-batuk"
'Mohon maaf,saya sedang tidak berbohong. Nyonya bisa datang kesekolah jam lima sore tepat ketika sekolah dibubarkan. Terima kasih'
'Tap-tut...tut.."
Lyra menghembuskan napas kesal,adiknya benar-benar sudah kelewat batas,Mira harus segera diberi nasihat agar sadar apa yang telah dilakukannya itu sangatlah tidak baik. Dirinya menatap kearah jam yang menempel didinding ruang tamu rumahnya,yang menunjukan pukul 15:30 WIB,stengah jam sebelum waktu yang ditentukan oleh Ibu BK.
Dengan tatapan kosong,Lyra menatap bayangan wajahnya sendiri di layar hitam handphone miliknya yang terkunci.dirinya masih tidak percaya adiknya sudah benar-benar berubah. Tak terasa air mata menetes dari kedua mata Lyra,memikirnya dirinya yang tidak becus mendidik adik semata wayangnya.
"Ayah..Ibu.. maafkan Lyra,Lyra sudah gagal mendidik Mira" Lyra sudah tidak bisa menahan tangisannya lagi,dirinya terisak menatap bingkai photo keluarga mereka yang terlihat bahagia diatas meja.
"Lyra berjanji akan mengembalikan Mira menjadi seperti yang dulu lagi." Ucap Lyra tegas.
Lyra terisak pelan diatas kasur tempat tidurnya mengingat kejadian paling mengerikan dalam hidupnya puluhan tahun yang lalu,kehilangan orangtua dikala usianya masih sangat belia dan adiknya yang bahkan masih balita adalah hal yang sangat menyakitkan. Beruntung Bu Nisa berbaik hati mau mengurus dan menyekolahkan hingga Lyra tamat sekolah dan adiknya yang saat ini sedang menjalani pendidikan SMA.
Kehidupannya mulai memburuk setelah kedua orang tuanya pergi meninggalkan mereka selamanya,Lyra mulai dibully dan dijauhi oleh teman sekelanya. Sempat terlintas dipikirannya untuk mengakhiri hidupnya,tapi gagal karena Lyra takut,berakhir dirinya menangis hingga tertidur karena lelah.
Beruntung Lyra bisa melewati semuanya dengan mudah berkat support dari adiknya dan Ibu Nisa yang kini telah menjadi ibu angkatnya. Sudah tidak ada lagi Lyra yang cengeng,pendiam dan muram. Semuanya berganti dengan Lyra yang ceria dan bersikap dewasa,dirinya sudah mengikhlaskan kepergian kedua orangtua mereka.
Jujur saja,saat ini Lyra lebih mengkhawatirkan keadaan adiknya Mira. Akhir-akhir ini sifat Mira mulai berubah sejak dirinya masuk ke jenjang SMA, Mira mulai sering pulang malam hari padahal yang Lyra tau,sekolah tempat Mira belajar selalu berakhir tepat pukul lima sore. Setiap dirinya bertanya kepada adiknya mengapa Mira selalu pulang larut malam,yang mana berakhir dengan mereka beradu mulut (bukan bibir ma bibir 'gituan' ya anjir) dan berakhir dengan Mira yang berlari kekamarnya dengan mata berair lalu membanting pintu kamar dengan keras. Membuat Lyra makin sedih,adiknya yang lucu dan selalu tertawa riang berubah 180 derajat menjadi pemurung,dingin ditambah terdapat kantung matanya yang hitam membuat Lyra semakin khawatir dengan keaadaan adiknya.
___
'halo,apakah benar ini nomor Lyra Restika kakak dari Mira Restika?'
15:25 WIB
Suara keras dering ponsel mengagetkan Lyra yang terlihat sedang fokus membaca novel ditangannya,mengalihkan pandangannya kearah poselnya yang berada dimeja sampingnya,mengerutkan dahinya bingung menatap layar handphone yang berkedip berulang kali. Unkwon Number is calling. Dengan terpaksa Lyra mengangkat panggilan entah dari siapa,berharap yang meneleponnya bukan dari penipuan yang sedang marak terjadi.
'Halo,dengan siapa ini?'
'Iya benar,maaf ini dengan siapa ya?'
'maaf mengganggu,saya Ibu Rosiana guru BK dari SMA 02 Mahardeka. Saya ingin menyampaikan bahwa adik nyonya tertangkap basah merokok didalam toilet wanita sekolah,dimohon agar nyonya Lyra mau datang kesekolah sebagai wali dari Mira Restika'
'Maaf,ibu tidak bercandakan? Adik saya mana mungkin merokok,menghirup asapnya saja batuk-batuk"
'Mohon maaf,saya sedang tidak berbohong. Nyonya bisa datang kesekolah jam lima sore tepat ketika sekolah dibubarkan. Terima kasih'
'Tap-tut...tut.."
Lyra menghembuskan napas kesal,adiknya benar-benar sudah kelewat batas,Mira harus segera diberi nasihat agar sadar apa yang telah dilakukannya itu sangatlah tidak baik. Dirinya menatap kearah jam yang menempel didinding ruang tamu rumahnya,yang menunjukan pukul 15:30 WIB,stengah jam sebelum waktu yang ditentukan oleh Ibu BK.
Dengan tatapan kosong,Lyra menatap bayangan wajahnya sendiri di layar hitam handphone miliknya yang terkunci.dirinya masih tidak percaya adiknya sudah benar-benar berubah. Tak terasa air mata menetes dari kedua mata Lyra,memikirnya dirinya yang tidak becus mendidik adik semata wayangnya.
"Ayah..Ibu.. maafkan Lyra,Lyra sudah gagal mendidik Mira" Lyra sudah tidak bisa menahan tangisannya lagi,dirinya terisak menatap bingkai photo keluarga mereka yang terlihat bahagia diatas meja.
"Lyra berjanji akan mengembalikan Mira menjadi seperti yang dulu lagi." Ucap Lyra tegas.
Komentar
Posting Komentar